Entrepeneur? Sebenarnya kata-kata itu sudah
ada dipikiran saya semenjak SMA. Kebetulan pada saat itu, saya sempat bergabung
di ekstrakulikuler KIR. Kegiatan KIR pada saat itu sering untuk membuat
inovasi-inovasi barang, entah itu berupa makanan atau kerajinan. Pembinanya
pada saat itu mengarahkan pembuatan inovasi itu sebagai cara untuk
memperkenalkan bagaimana kita ber-entrepeneur.
Ketika itu, bayangan saya tentang entrepeneur itu masih dangkal, hanya tau
kalau itu adalah seseorang yang mempunyai suatu usaha yang menghasilkan uang.
Awalnya saya berfikir
menjadi seorang entrepeneur itu susah
dan beresiko besar karena bertanggung jawab dengan usaha yang dijalankan, tapi
setelah saya sempet mengikuti beberapa kelas dan seminar akhirnya membuka
pikiran saya kalau seorang entrepeneur
itu seseorang yang luar biasa yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan untuk
orang lain dan berdampak positif untuk lingkungannya. Dan tiba-tiba saya
berpikiran bagaimana enaknya jadi entrepeneur, kita bisa mempunyai pencapaian
ekonomi tanpa ada ikatan dengan suatu instansi yang memiliki jam operasional
formal dan tidak fleksibel.
Ketika teman lama
berkumpul kembali, semua hal bisa jadi obrolan. Saat itu teman saya yang kuliah
di Surabaya pulang dan mengajak untuk kumpul sekedar ngobrol ringan, kebetulan
memang dia jarang pulang karena kesibukannya. Suatu pemikiran spontan muncul
ketika berada di toko buku. Dua teman saya sedang sibuk mencari buku untuk
kebutuhan kuliah mereka sedangkan saya dan teman saya yang satunya mengobrol
diantara rak-rak buku. Mita, dia bercerita kalau seminggu yang lalu dia pergi
ke toko kain dan membeli kain untuk kerudung, warnanya lucu lucu dan ternyata
harganya jauh lebih murah dari yang ada di pasaran. Tiba-tiba omongan spontan
muncul
“Kita jualan kerudung
aja, kayaknya lumayan tuh untungnya”
Ternyata Mita
merespon, “ Ya ayo, boleh tuh bisa nambah uang jajan. Perlu direncanain
bener-bener itu. Ayolah dipikirin”
Semenjak pulang dari
tempat itu aku dan Mita punya obrolan serius mengenai ide ini. Dan ternyata
teman-temanku yang lain ikut mendukung, Hani yang hobinya desain dia menawarkan
diri untuk membuat logo dari olshop
yang aku dan Mita ingin mulai. Bisa dibilang kita masih takut untuk menyediakan
kerudung itu dengan skala besar. Saat itu kita patungan Rp. 100.000,- untuk
modal awal membeli bahan untuk kerudung. Mulai dari ke pasar, memilih kain
kemudian merapikan pinggirnya ke tukang jahit kita lakukan berdua. Saya
mempunyai pemikiran kalau kita terjun langsung dalam proses produksi itu akan
membawa pengalaman tersendiri, bisa dibialng sebagai mendalami peran dan akan
mencintai apa yang sedang kita bangun. Setelah itu, kita memoto produk kita
dengan angle yang terbaik. Akhirnya pada Sabtu 7 Mei 2016 kita mulai memosting
produk kita di media sosial, pada saat itu instagram. Fit Me Hijab.
Awal masa merintis
ini tidak mudah, pengikut instagram kami masih sedikit dan otomatis produk kita
belum dikenal oleh masyarakat umum. Kita mencoba berbagai cara untuk
menyebarkan keberadaan olshop kami
ini, broadcast dan posting di berbagai media sosial bahkan
sampai membayar akun perkumpulan olshop se-Malang untuk mempromosikan produk
kami. Semakin lama kita sudah mulai mendapatkan pelanggan dan kita sudah mulai
merasakan hasilnya. Kita sempat mempunyai reseller, kebetulan itu salah satu
teman kita namun karena alasan kesibukan dia tidak sempat untuk mengurus olshop yang dia miliki. Saat ini kita
juga punya produk selain kerudung, yaitu buket hijab, harapan saya produk akan
semakin bertambah dan semakin berkembang. Dan sampai sekarang kita masih
belajar bagaimana manajemen yang baik, kita masih membutuhkan berbagai macam
inovasi untuk mengembangkan usaha ini.
0 comments:
Post a Comment